Latest News

Saturday, August 31, 2013

Katekese Singkat "Bulan Kitab Suci Nasional 2013"

Logo BKSN 2013
Paus Emeritus Benediktus XVI melalui Surat Apostolik Porta Fidei (Pintu Iman) telah menetapkan Tahun Iman mulai tanggal 13 Oktober 2012 sampai tanggal 24 November 2013. Dalam Surat Apostoliknya itu, Paus Emeritus Benediktus XVI mengutarakan keprihatinannya akan mulai merosotnya penerusan iman yang sedang melanda Gereja. Oleh sebab itu, Paus mengajak segenap warga Gereja untuk merefleksikan imannya sekaligus mengambil langkah kreatif guna membangun kembali iman dalam ziarah sepanjang tahun Iman ini.


Dalam menanggapi ajakan Sri Paus ini, Konferensi Waligereja Indonesia juga mengajak umat Katolik Indonesia mendalami Kitab Suci dan dokumen-dokumen Konsili Vatikan II sebagai dasar pijakan yang kokh dalam merefleksikan imannya untuk terus bertumbuh di dalam Kristus Yesus, Sang Penyelamat.

Lembaga Biblika Indonesia (LBI) yang kiprahnya di bidang Kerasulan Kitab Suci juga memandang pentingnya keluargsa dalam upaya penerusan iman. Keluarga-keluarga Kristiani diajak untuk mendalami imannya melalui pergulatan dalam Sabda Allah. Oleh sebab itu, LBI bersama para delegatus Kerasulan Kitab Suci seindonesia menetapkan tema, �Kitab Suci Dalam Keluarga�sebagai focus kerasulan Kitab Suci dalam kurun waktu  2013-2016. Melalui tema ini diharapkan keluarga-keluarga Kristiani dapat bertumbuh dalam imannya berkat permenungan dan pergulatan mereka dengan Kitab Suci yang dibaca, direnungkan dan dihayati dalam keluarga.

Pada Bulan Kitab Suci Nasional Tahun 2013 ini, tema yang diangkat oleh LBI adalah �Keluarga Bersekutu Dalam Sabda Allah�. Tema ini mau mengingatkan kepada keluarga-keluarga Kristiani agar memulai hal yang mendasar dalam membangung Gereja Rumah Tangga (Ecclesia Domestica) yaitu membangun persekutuan diantara anggota keluarga atas dasar Sabda Allah.

Bahan BKSN 2013 dibuat dalam 4 kali pertemuan dengan sub temanya masing-masing. Pertemuan I : �Keluarga Abraham Dan Sara� (Kej 12:1-16). Dalam pertemuan I ini umat diajak untuk mengambil inspirasi dari Abraham dan keluarganya sehingga dia disebut bapa kaum beriman. Pertemuan II: �Keluarga Zakharia Dan Elisabet� (Luk 1:57-66). Melalui pertemuan II ini, umat diajak untuk menimba pengalaman dari Keluarga Zakharia dan Elisabet yang bergumul untuk mempercayai Firman Tuhan dalam hidup sehari-hari.

Pertemuan III : �Keluarga Kudus Nazaret� (Luk 2:41-52). Dari pertemuan II ini, umat diajak untuk merefleksikan hidup berkeluarganya, apakah sungguh telah mengusahkan nilai-nilai Injil yakni kasih, ketaatan kepada Allah dan sesame, serta kerendahan hati yang merupakan tiang utama penyangga persatuan hidup berkeluarga. Pertemuan IV : �Keluarga Sebagai Sarana Menuju Kesucian� (Ef 5:21-6:4). Dalam pertemuan IV ini umat diajak untuk merenungkan ajaran Rasul Paulus tentang hidup perkawinan sebagai Sakramen dan hubungan cinta suami-istri yang menyerupai hubungan kasih antara Kristus dengan GerejaNya.

Dari empat kali pertemuan ini, sangat diharapkan umat Allah semakin menyadari akan pentingnya keluarga sebagai sarana pertumbuhan iman bagi semua anggotanya dan memiliki semangat untuk membangun keluarga Kristiani sejati sebagaimana diharapkan oleh Allah sendiri.

Katolisitas Indonesia mengucapkan selamat memasuki Bulan Kitab Suci Nasional Tahun 2013, semoga rahmat Allah menyertai kita pada bulan ini sehingga kita mampu mendengarkan SabdaNya, mendalami SabdaNya, mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari dan mewartakan Sabda Allah kepada setiap orang. Tuhan memberkati saudara. Dominus illuminatio mea!

Berbagai artikel bertema Kitab Suci bisa ditemukan disini (silahkan klik) 
Diadaptasi dari artikel di Buletin Berkat milik Keuskupan Malang No. 34 thn XV edisi 693.

Thursday, August 29, 2013

Dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus Dan Konsili Vatikan II

Keselamatan, satu kata yang amat familiar dibicarakan oleh setiap orang, terkhususnya bagi umat Katolik. Begitu mendengar kata �keselamatan�, hati dan pikiran kita langsung tertuju pada Sabda Yesus �Akulah jalan dan kebenaran dan hidup, tiada seorangpun dapat datang kepada Bapa kecuali melalui Aku (Yoh 14:6)�, ini sungguh tepat dan benar. Keselamatan hanya datang melalui Yesus Kristus, sang penyelamat dunia (Kis 14:2). Roh Kudus menyalurkan rahmat keselamatan tersebut, sebagaimana dinyatakan dalam dokumen Konsili Vatikan II, Lumen Gentium no.14, �Berdasarkan Kitab Suci dan Tradisi, bahwa Gereja yang sedang mengembara ini, perlu untuk keselamatan�. Dan karena hal tersebut, Gereja percaya bahwa Gereja adalah penyalur rahmat keselamatan satu-satunya yang berasal dari Allah.


Didalam Gereja Katolik terdapat sebuah Dogma yang amat kontroversial namun dogma ini adalah dogma kebenaran, dogma yang berasal dari Allah sendiri. Dan dari dogma ini tergambarlah wujud dan realita Gereja sebagai Tubuh Kristus di dunia. Dogma itu ialah �Extra Ecclesiam Nulla Salus�. Begitu banyak orang yang menyalahgunakan bahkan salah tafsir mengenai dogma ini. Sementara pada zaman ini, orang-orang menganggap bahwa keselamatan bisa datang dari mana saja (pluralisme) dan memandang bahwa Dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus/EENS adalah dogma yang ketinggalan zaman dan sudah lenyap setelah Konsili Vatikan II.

Perlu digaris bawahi kata �setelah Konsili Vatikan II�, ada kecenderungan dimana banyak Uskup, Imam dan kaum klerus dan awam menyatakan bahwa dogma EENS telah dihapus oleh Konsili Vatikan II. Mereka menganggap bahwa dogma EENS adalah ajaran Gereja pra-Vatikan II dan paska Konsili Vatikan II dengan menenteng perkataan Paus Yohanes XXIII bahwa Gereja harus bersifat dinamis, EENS telah diubah pengertiannya menjadi �diluar gereja ada keselamatan.� Ini adalah paham yang sangat keliru, perlu diketahui bahwa Gereja pra-Vatikan II dan Gereja paska-Vatikan II adalah pembagian yang ambigu. Pola pikir semacam ini dapat memberi kesan negatif bagi Gereja, bahwa ajaran Gereja terus berubah sepanjang zaman. Ajaran Gereja bersifat tetap dan tak akan pernah berubah, Gereja tidak pernah mengkompromikan ajarannya.

Paus Emeritus Benediktus XVI sekali waktu pernah menyampaikan penolakannya yang tegas akan pemikiran seperti ini kepada para Uskup Chile.
��Memang ada mentalitas pandangan sempit yang mengisolasi Vatikan II dan yang telah memprovokasi pertentangan ini. Ada banyak hal darinya yang memberikan kesan bahwa, sejak Vatikan II dan sesudahnya, semuanya telah berubah, dan apa yang mendahuluinya yaitu Vatikan II tidak mempunyai nilai atau, paling tidak, hanya mempunyai nilai dalam terang Vatikan II. +Paus Emeritus Benediktus XVI+
Sepanjang sejarah Gereja, Kuasa Magisterium telah mengakui bahwa Allah akan mengadili kita dengan melihat hati nurani setiap orang, ketidaktahuan yang tidak disengaja melunakkan keadilan ilahi. Mereka yang memiliki pengetahuan akan kebenaran dan tahu bahwa diluar Gereja Katolik tidak ada keselamatan harus mampu menerima kenyataan bahwa adalah sangat perlu bagi setiap orang untuk bersatu dengan Gereja Katolik demi memperoleh keselamatan. Dalam posisi ini patut dicatat bahwa Paus Bonifasius VIII melalui Bulla Unam Sanctam menyatakan dengan tegas bahwa:
Berdasarkan iman kami berkewajiban untuk percaya dan menegaskan bahwa Gereja adalah satu kudus, katolik, dan apostolik. Kami percaya akan Gereja dengan teguh dan kami mengakui dengan segala kesederhanaan bahwa di luar Gereja tidak ada keselamatan atau pengampunan dosa


��. Kami menyatakan, kami mewartakan, dan kami mendefinisikan bahwa adalah sangat perlu bagi semua orang untuk keselamatan mereka, tunduk kepada kekuasaan Paus Roma. �
Perlu diketahui bahwa ini bukanlah sebuah pernyataan yang menuntut bahwa setiap orang harus mengetahui supremasi Paus untuk dapat diselamatkan tapi disisi lain justru merupakan sebuah klaim yang benar bahwa Paus memiliki otoritas dari Allah sebagai pengganti yang sah dari Santo Petrus, yang kepadanya Allah telah memercayakan Kunci Kerajaan Surga.

Paus Pius XI melalui ensiklik Quanto Conficiamur Moerore pun mendukung dogma EENS sebagai dogma yang penting untuk diketahui dan ditaati oleh setiap umat beriman.
�Kita semua tahu bahwa mereka sama sekali tidak tahu mengenai agama suci kita, jika mereka dengan teliti menepati tata hokum kodrat yang telah ditulis oleh Allah dalam hati semua manusia, jika mereka siap untuk menaati Allah dan jika mereka menjalani sebuah hidup yang seleh dan patuh, mereka dapat, melalui kuasa cahaya dan rahmat ilahi, mencapai kehidupan kekal. Karena Allah, yang sungguh mengenai budi dan jiwa, pemikiran dan kebiasaan-kebiasaan setiap manusia, tidak akan mengizinkan, seturut kebaikan dan belaskasihNya yang tanpa batas, siapa pun yang tidak bersalah karena kesalahan yang tidak disadarinya untuk menderita penghukuman abadi�


�Walaupun demikian, juga diketahui dengan baik dalam dogma Katolik bahwa tidak seorang pun dapat diselamatkan diluar Gereja Katolik, dan bahwa mereka yang dengan tegar hati menentang otoritas dari penegasan-penegasan Gereja dan dengan keras kepala tetap terpisah dari kesatuan Gereja dan dari pengganti Petrus, Uskup Roma, yang kepadanya juru selamat telah mempercayakan penjagaan dan perawatan kebun anggurNya, tidak dapat memeroleh keselamatan.�
Dari kedua teks ini dapat disimpulkan jelas bahwa tidak pernah ada yang dapat diselamatkan diluar Gereja Katolik, namun kita harus tahu bahwa didunia terdapat terdapat dua jenis orang. Ada yang mengenal kebenaran (yang didalamnya terdapat Gereja Katolik) dan adapula orang yang tidak mengetahui kebenaran Gereja Katolik oleh karena ketidaktahuannya. Disini adalah wajib

Sekarang bagaimana peran kita sebagai umat Katolik dalam mewartakan dogma EENS?

Kita sebagai umat Katolik tentu telah ada didalam perahu keselamatan, kita adalah kawan sekerja Allah dalam karya keselamatan (1 Kor 3:9). Kristus sendiri telah memberikan mandat agung kepada kita semua �Pergilah dan jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu dan ketahuilah bahwa Aku akan menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman�, ini merupakan suatu tanggung jawab besar bagi kita sebagai seorang yang telah dibaptis dan telah dicurahi oleh rahmat Roh Kudus untuk mewartakan Kristus sendiri kepada setiap orang yang kita temui. Tidak perlu kita berteriak ditengah jalan �apabila kamu bukan Katolik, kamu akan masuk neraka dan kamu tidak akan selamat�, wartakanlah Injil dan biarkanlah rahmat Allah bekerja. Kasihilah setiap orang dan doakanlah setiap orang yang belum mengenal Kristus. Itulah ciri hidup yang khas seorang Katolik sejati.

Dominus illuminatio mea!

Tuesday, August 27, 2013

Paus Sebagai Penentu Ajaran Gereja Katolik

Gereja Katolik dalam sejarah hidupnya, yang mencapai rentang waktu lebih dari 2000 tahun, memiliki begitu banyak nilai-nilai sejarah dan masalah-masalah yang dihadapi oleh Gereja. Tidak sedikit ajaran-ajaran sesat (bidaah) yang menghantam Gereja Katolik, seperti halnya bidaah Arianisme, sebuah pandangan yang dianut oleh pengikut Arius (seorang Imam eks-Katolik dari Alexandria) yang menolak keilahian Yesus Kristus dan Tritunggal Mahakudus. Bidaah ini sendiri dipandang sebagai bidaah terbesaryang pernah dihadapi oleh Gereja Katolik pada abad ke-4.

Lambang Kepausan, Paus Fransiskus
Adapula bidaah Nestorianisme (ditolak oleh Konsili Kalsedon (451) yang dipimpin oleh Paus St. Leo Agung) yang mengajarkan bahwa, Pribadi manusia Yesus dan Pribadi Allah Putera adalah dua pribadi yang berbeda yang bersatu di dalam Yesus Kristus. Dengan kata lain, bidaah ini mengajarkan bahwa Yesus memiliki dua Pribadi dengan dua kodrat. Sedangkan Gereja Katolik mengajarkan bahwa Yesus Kristus  adalah satu Pribadi dengan dua kodrat, Allah dan Manusia. Bidaah ini juga menolak gelar Bunda Allah terhadap Bunda Maria.

Dalam kasus ini, Gereja membutuhkan tolak ukur dan penentu dari setiap ajaran iman dan moral yang ada, disini dibutuhkan pula kuasa dalam hal mengajarkan suatu dokrin yang tidak dapat salah (infallible). Dan penentu dari setiap ajaran doktrin ini ialah pribadi Petrus dan para penerusnya yaitu Paus Roma. Hal ini dapat berakibat fatal apabila tidak ada penentu dari setiap ajaran iman yang ada, dengan demikian maka setiap orang akan berpegang pada opini pribadi untuk membenarkan apa yang dia yakini dan hal ini tentu tidak akan menjadi tanda kesatuan ajaran Kristen.

Sifat ajaran Gereja Katolik adalah tetap dan tak akan pernah berubah, kedua ciri khas ini menggambarkan pula pribadi Kristus sebagai Pendirinya yang konsisten. Disinilah peran penting Pribadi Paus ikut serta dalam menentukan dan menetapkan suatu ajaran. Dalam tahun-tahun permulaan berdirinya Gereja, yaitu 5 abad pertama. Para Paus dipandang sebagai seorang yang mempunyai wibawa yang memimpin dan mengajarkan iman dan moral.

Seperti halnya, St. Petrus (33-67), memimpin sinode pertama Gereja di Yerusalem. Ia menyatakan bahwa orang-orang non-Yahudi dapat diterima ke dalam Gereja tanpa perlu disunat.

Paus ke-2, St. Linus (67-76), dikenal sebagai orang yang berperan dalam pengembangan kaum klerus dan pembagian tugas dan fungsi mereka.

Paus ke-10, St. Pius I (140-155), ia menolak dengan tegas bidaah agnotisisme (yang mengingkari adanya kebenaran) dan menetapkan proses penentuan tanggal Paskah.

Paus ke-11, St. Anisetus (155-166), menekankan Perayaan Paskah sebagai perayaan yang utama dalam Kekristenan.

Paus ke 20, St. Fabianus (236-50), berperan penting dalam pembagian kota Roma, ia mengutus tujuh diakon ke berbagai tempat untuk memberitakan Injil disana, Kekristenan pun dalam masa kepemimpinannya mengalami periode yang relatif aman dari penganiayaan Kaisar Diokletianus.

Paus ke-26, St. Feliks I (269-274), menegaskan ajaran bahwa Kristus adalah sungguh Allah sungguh manusia, memiliki dua kodrat dalam satu pribadi.

Paus ke-33, St. Silvester (314-35), mengutus Uskup Hosius dari Cordoba untuk memimpin Konsili Nicea untuk menghadapi ajaran sesat yang dipimpin oleh Arius. Beserta Pater Vitus dan Pater Vinsensius yang menandatangani dekrit Konsili Nicea dalam nama �Gereja Roma dan Gereja-gereja seluruh Italia, Spanyol dan seluruh Barat�.

Paus ke-35, St. Julius I (337-352), menetapkan bahwa Natal dirayakan pada tanggal 25 Desember.

Paus ke-37, St. Damasus I (366-384), menentukan kitab-kitab yang dimasukkan ke dalam Kanon Kitab Suci dan menolak beberapa kitab untuk dimasukkan ke dalam Kanon Kitab Suci (contohnya �injil� Thomas, �injil� Maria Magdalena, �injilPetrus, Wahyu kepada Paulus, Apokrifa Yakobus, Apokrifa Yohanes, Kisah Petrus dan Kedua Belas Rasul, dll). Ia memerintahkan St. Hieronimus untuk menerjemahkan Kitab Suci berbahasa Yunani ke dalam Bahasa Latin dengan nama Vulgata. Kitab-kitab yang ditentukan oleh Paus St. Damasus ke dalam Kanon Kitab Suci adalah Kitab Suci Katolik dengan Deuterokanonika yang merupakan Kitab Suci yang rasuliah, yang berasal dari zaman para rasul.

Dari nama beberapa Paus diatas, terlihat bahwa Para Paus memiliki peran penting dalam hal menetapkan atau menolak ajaran-ajaran yang ada, dalam konteks ini Paus dapat melakukan seluruh hal tersebut karena Paus memiliki Kuasa Tidak Dapat Salahdalam hal mengajar iman dan moral. Ini sudah pernah dibahas, silahkan klik link ini.  Disini sungguh terbukti janji Kristus kepada GerejaNya, �Dan engkau Petrus diatas batu karang ini, Aku mendirikan GerejaKu dan alam maut tak akan menguasainya (Mat 16:18)�. 

Daftar Paus Gereja Katolik dapat dilihat disini.
Dominus illuminatio mea!

Wednesday, August 21, 2013

Keperawanan Bunda Maria

Gereja mengajarkan bahwa Maria adalah seorang perawan sebelum, sewaktu dan sesudah melahirkan Yesus. Ini berarti bahwa Maria adalah perawan seumur hidupnya. Mengapa begitu? Karena itu adalah kehendak Tuhan dan Tuhan menghendaki Maria selalu utuh dan sempurna. Pertanyaan yang sering datang adalah bahwa Kitab Suci mengatakan bahwa sepertinya Yesus memiliki saudara kandung dan ini menunjukkan bahwa Maria tidak perawan setelah Yesus lahir.


Mat 13:55: Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara- Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas?
Dalam ayat ini sepertinya St. Matius menunjuk Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas sebagai adik-adik Yesus. Akan tetapi Kitab Suci akan membuktikan bahwa pandangan diatas adalah keliru. Pertama, kata saudara dapat berarti kakak, adik, sepupu dan juga saudara dalam Kristus.

Apakah memang St. Matius menuliskan ayat tersebut dengan maksud untuk mengatakan bahwa Yesus memiliki adik-adik kandung? Sama sekali tidak!

Karena pada Mat 27:56 St. Matius menjelaskan siapa yang dimaksud dengan Maria ibu Yakobus dan Yusuf. Maria yang ditulis pada ayat tersebut adalah Maria istri Klopas (Yoh 19:25).

Yoh 19:25
Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena.
Mat 27:56
Di antara mereka terdapat Maria Magdalena, dan Maria ibu Yakobus dan Yusuf, dan ibu anak-anak Zebedeus.
Bila Maria memang memiliki anak-anak lain selain Yesus, mengapa sebelum Yesus mati disalib Yesus menitipkan ibu-Nya kepada St. Yohanes? (Yoh 19:27). Bukankah adalah tanggung jawab dari anak Maria yang lainnya (jika ada) untuk mengurusnya?

Yesus menitipkan Maria kepada St. Yohanes karena St. Yoseph suami Maria telah meninggal dan Maria tidak lagi memiliki keluarga yang akan mengurusinya.

Yoh 19:27 Kemudian kata-Nya kepada murid-murid- Nya: "Inilah ibumu!" Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.
Jika benar Mat 13:55 bermaksud menyatakan bahwa Yesus memiliki saudara kandung, maka seharusnyajumlah saudara Yesus berjumlah kurang lebih 120 orang. Bagaimana caranya Maria melahirkan lebih dari 100 orang anak? Dan kemudian pulang ke rumah Yohanes yang justru bukan anaknya dan tidak ke rumah salah satu dari 120 anak-nya?

Kis 1:14 Mereka semua bertekun dengan sehati dalam doa bersama-sama, dengan beberapa perempuan serta Maria, ibu Yesus, dan dengan saudara-saudara Yesus.
Kis 1:15 Pada hari-hari itu berdirilah Petrus di tengah-tengah saudara-saudara yang sedang berkumpul itu, kira-kira seratus dua puluh orang banyaknya, lalu berkata:

Jauh hari sebelum keperawanan Maria dipertanyakan oleh umat Protestan para pelopor reformasi Protestan sekalipun selalu membela keperawanan Maria:

Matin Luther: "Adalah sebuah pengakuan iman bahwa Maria adalah Bunda Allah yang masih tetap perawan ... Kami percaya Kristus lahir dari rahimnya dan sesudahnya Maria tetap sama seperti sebelumnya. (The Works of Luther, vol. 11 halaman 319-320)
John Calvin dalam khotbahnya mengenai kitab Matius berkata "Terdapat beberapa orang yang ingin mengartikan Mat 1:25 bahwa Maria mempunyai anak-anak selain Yesus Putera Allah, dan bahwa Yoseph berhubungan dengannya setelah kelahiran Yesus; adalah suatu kebodohan! Karena penulis Injil tidak perlu menjelaskan apa yang terjadi sesudahnya akan tetapi keinginannya dalam menunjukan ketaatan Yoseph karena adalah benar bahwa itu adalah malaikat Allah yang dikirim kepada Maria. Karena itu Yoseph tidak pernah sekalipun bersama Maria. ( Sermon on Mathew 1:22- 25 cetakan 1562.)
Zwingli: "Dengan teguh aku percaya bahwa Maria menurut Injil adalah perawan yang sempurna yang melahirkan Putera Allah, Maria sewaktu melahirkan-Nya dan sesudah melahirkan-Nya dan selamanya adalah tetap sebagai perawan suci" (Zwingli Opera, vol. 1 halaman 424.)
Jika para pelopor doktrin Sola Scriptura berani membuat pernyataan iman seperti demikian, tentulah ia berkata karena dapat melihat bagaimana kenyataan keperawanan Maria memang terdapat di dalam Kitab Suci.

Seorang Protestan yang setia mengikuti doktrin sola scriptura seharusnya juga mengikuti contoh pelopor dan pencipta doktrin tersebut seperti Luther dkk yang dalam hal ini telah terang-terangan mengaku, memeluk dan membela ajaran Gereja Katolik mengenai Keperawanan Maria.

Disalin ulang oleh Katolisitas Indonesia dari buku Maria dalam Kitab Suci karya Tony Bamboe. 

Wednesday, August 14, 2013

Takhta Suci Vatikan Mengenai Penerimaan Komuni Di Tangan

Sekretaris Kongregasi Ibadat Ilahi dan Disiplin Sakramen telah menyerukan peninjauan kembali atas praktek Komuni di tangan. Dalam kata pengantar sebuah buku berbahasa Italia, yang pada tanggal 2008 lalu ditulis oleh seorang uskup dari Kazakhstan mengenai Ekaristi dan telah dirilis pada bulan Januari tahun 2008 oleh pejabat penerbit buku di Vatikan. 

Uskup Agung Albert Malcolm Ranjith Patabendige Don menunjukkan bahwa penerimaan Komuni di tangan telah memberikan kontribusi terhadap pengertian umum dari "kecerobohan" dalam Ekaristi Kudus, serta beberapa pelanggaran lainnya pula yang terkesan mencolok. Bapa Uskup Albert juga berkesempatan menyampaikan sambutannya dalam kata pengantar, sebuah buku berjudul �Dominus Est�, yang ditulis oleh Uskup Athanasius Schneider.

Praktek menerima Komuni di tangan juga tidak diamanatkan oleh Konsili Vatikan II, atau juga diperkenalkan sebagai bentuk tanggapan, dalam menanggapi panggilan dari kaum awam, Uskup Agung Ranjith pun berpendapat bahwa menurutnya, praktik kesalehan � menerima Komuni Kudus di lidah sambil berlutut- diubah secara tidak layak dan terburu-buru menjadi praktik menerima Komuni Kudus di tangan dan praktik menerima Komuni Kudus di tangan ini tersebar luas bahkan sebelum disetujui secara resmi oleh Vatikan.

Mengingat kurang mendalamnya penghormatan dalam Perayaan Ekaristi, Uskup Agung menunjukkan bahwa itu adalah "waktu yang tepat untuk meninjau" kebijakan (pastoral). Dilain pihak, Bapa Uskup memang tidak mengutuk praktek Komuni di tangan, pejabat Vatikan memuji Uskup Agung Schneider untuk berdebat dalam mendukung praktek yang lebih tua (yaitu menerima Komuni di lidah sambil berlutut), hal ini dapat dikatakan membantu untuk menumbuhkan rasa hormat yang tepat dan takwa.

Diterjemahkan oleh Katolisitas Indonesia dari Catholic Culture. Dominus illuminatio mea!

Sunday, August 11, 2013

Misa Tridentina dan Novus Ordo

Misa Latin Tradisional/ Misa Tridentina
Banyak umat Katolik zaman sekarang, yang kini tidak mengenal lagi Misa Latin Tradisional (Usus Antiquor atau Tridentina), dengan mendengar namanya saja orang-orang akan berpikir bahwa Misa Latin Tradisional adalah Misa yang kuno dan sudah tidak dirayakan lagi setelah Konsili Vatikan II sehingga yang dirayakan oleh Gereja Latin hanyalah Misa Forma Novus Ordo dan menghapus keberadaan Misa Tridentina. Dalam artikel ini akan dibahas mengenai perbedaan dari kedua format Misa tersebut dalam Perayaan Ekaristi.
Secara garis besar terdapat 2 format cara perayaan Ekaristi dalam Ritus Latin:

1) Misa Tridentina/Usus Antiquor (Forma Ekstraordinaria)
Misa Tridentine adalah tata cara perayaan Ekaristi yang dirayakan oleh Gereja Roma sebelum Konsili Vatikan II, yang dipromulgasikan setelah Konsili Trente (1545-1563). Liturgi Misa Tridentina sendiri telah masuk dalam edisi 1570-1962 didalam Roman Missal, berdasarkan Bulla Quo Primus oleh Paus Pius V.

2) Misa Novus Ordo (Forma Ordinaria)
Misa Novus Ordo adalah tata cara Perayaan Ekaristi yang dirayakan oleh Gereja Roma setelah Konsili Vatikan II, yang dipromulgasikan oleh Paus Paulus VI salah satu dari 4 Paus Pemimpin Konsili Vatikan II. Terbentuknya Misa Forma Novus Ordo ini dilatar belakangi oleh kejadian sekitar abad 19-20 yang dimana pada masa tersebut, terjadilah sebuah gerakan liturgis yang menuntut terjadinya keikutsertaan awam dalam Liturgi Gereja. Untuk maksud partisipasi umat secara aktif inilah, Konsili Vatikan II, Konstitusi tentang Liturgi (Sacrosanctum Concillium/ SC), menetapkan bahwa di samping bahasa Latin, dimungkinkannya digunakannya bahasa setempat/ vernakular dimana Perayaan Ekaristi dirayakan (lih. SC 36), agar umat dapat memahami makna perayaan Ekaristi dengan lebih mudah dan mendalam (karena Misa Tridentina hanya menggunakan Bahasa Latin dalam perayaannya).

Sehingga terjadilah perkembangan dari Misa Tridentine ke Misa Novus Ordo, maka penyesuaian liturgi dinyatakan dalam Konstitusi tentang Liturgi, Sacrosanctum Concilium, 50, Konsili Vatikan II menyatakan:
�Tata perayaan Ekaristi hendaknya ditinjau kembali sedemikian rupa, sehingga lebih jelaslah makna masing-masing bagiannya serta hubungannya satu dengan yang lain. Dengan demikian Umat beriman akan lebih mudah ikut-serta dengan khidmat dan aktif. Maka dari itu hendaknya upacara-upacara disederhanakan, dengan tetap mempertahankan hal-hal yang pokok. Hendaknya dihilangkan saja semua pengulangan dan tambahan yang kurang berguna, yang muncul dalam perjalanan sejarah. Sedangkan beberapa hal, yang telah memudar karena dikikis waktu, hendaknya dihidupkan lagi selaras dengan kaidah-kaidah semasa para Bapa Gereja, bila itu nampaknya memang berguna atau perlu.�
Perbedaan umum antara Misa Tridentine dan Misa Novus Ordo
Secara umum, terdapat dua perbedaan secara �ordinari� (bagian yang tidak berubah) dan proper (bagian yang berubah) antara Misa Tridentine dan Novus Ordo. Pertama, secara ordinari dapat dilihat dengan jelas bahwa Misa Tridentina begitu banyak memohon doa dari para Malaikat dan orang kudus (seperti yang tercantum dalam doa tobat �versi Tridentine�) dan banyak pula mengisi hampir dari struktur Perayaan Ekaristi dengan doa-doa yang diambil dari kitab Mazmur (seperti doa dikaki Altar) dan dinyatakan begitu ekspresif oleh pelayan Liturgi. Sedangkan dalam Misa Novus Ordo, Perayaan Ekaristi begitu terfokus kepada Allah Trinitas dan amat sedikit menyebut nama Maria, para Malaikat dan orang kudus meskipun tidak seluruhnya dan terkesan bahwa Novus Ordo lebih sederhana daripada dari Misa Tridentina. 

Misa Novus Ordo oleh Paus Fransiskus
Sedangkan secara proper, pada Misa Tridentine hanya terdapat dua bacaan, satu dari surat- surat para Rasul di Perjanjian Baru (cth Kisah Para Rasul, Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Tesalonika) dan satu lagi yang diambil dari ke 4 kisah Injil. Misa Tridentine pun hanya menggunakan satu siklus bacaan setahun. Sedangkan pada Novus Ordo, dalam Perayaan Ekaristi mingguan terdapat 3 bacaan, satu dari Perjanjian Lama, kedua dari surat-surat para Rasul dalam Perjanjian Baru dan ketiga diambil dari ke 4 Kisah Injil dan didalam Misa Novus Ordo terdapat tiga jenis siklus bacaan (Tahun A,B,C) yang digilir dalam selang 3 tahun. Hal ini untuk mendukung penyesuaian kalender liturgis agar sesuai dengan masa/ perayaan yang sedang diperingati secara keseluruhan.

Selanjutnya yaitu mengenai tata cara hadap-imam dalam Perayaan Ekaristi yang dalam Forma Tridentina (menghadap ke Timur/Tabernakel) sedangkan Novus Ordo (menghadap ke arah umat beriman), dalam konteks ini Paus Paulus VI dalam Konstitusi Apostolik Missale Romanum (silahkan klik), menjelaskan bahwa prinsip dasar direvisi tata cara Missale adalah agar:

1) Ritus Misa disusun dengan seksama agar dapat mengekspresikan dengan lebih mendalam lagi hal-hal kudus yang terkandung didalamnya.

2) Ritus Misa direvisi sehingga hakekat dan maksud dasar dari bagian-bagiannya, dan juga hubungan antara bagian-bagian tersebut, dapat lebih jelas dinyatakan dan sehingga partisipasi khidmat dan aktif dari umat beriman dapat tercapai dengan lebih mudah.

3) Harta Rohani dalam Kitab Suci dibukakan dengan lebih limpah, sehingga kekayaan ini dapat disampaikan kepada umat dalam liturgi Sabda.

4) Sebuah ritus untuk konselebrasi harus disusun dan dimasukkan ke dalam Missale.

Maka pembaharuan liturgi yang dilakukan oleh Paus Paulus VI ini bertujuan agar umat dapat semakin mendalami dan sekaligus aktif dalam doa-doa Liturgi Gereja. Perubahan arah hadap Imam sendiri, tidak disebutkan secara eksplisit dan juga tidak ditegaskan apakah hal tersebut adalah mutlak dan tidak bisa diubah oleh Missale Romanum. Namun perubahan arah hadap imam ini baru dapat disimpulkan setelah kita membaca PUMR (Pedoman Umum Missale Romawi) yang menjelaskan lebih lanjut, baik sikap imam (lih. PUMR, 124) maupun tata perletakan altar (PUMR, 299).

Perihal mengenai imam menghadap ke altar/ tabernakel memang terkesan mencerminkannya sebagai pemimpin ibadah dan atas nama umat mempersembahkan kurban kepada Allah. Namun dengan posisi imam menghadap ke umat, juga sesungguhnya tidak mengubah kaedah tersebut. Setelah promulgasi Misa Novus Ordo ini, Paus Paulus VI tetap mengizinkan Misa Latin Tradisional dirayakan di berbagai tempat termasuk Inggris dan Wales. Dua imam kudus yang terkenal, St. Josemaria Escriva dan St. Padre Pio juga masih tetap merayakan Misa Latin Tradisional hingga akhir hayatnya.
 
Misa bentuk luarbiasa forma ekstraordinaria oleh MGR. Luciano Giovanetti
Selanjutnya, Paus Emeritus Benediktus XVI dalam surat apostoliknya, Summorum Pontificum menegaskan bahwa pada intinya, yang dikehendaki oleh Konsili Vatikan II adalah agar penghormatan yang khidmat dari penyembahan ilahi harus diperbaharui dan disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan di masa mendatang. Sehingga, harap diketahui bahwa kedua Tata Perayaan Ekaristi Tridentine maupun Novus Ordo merupakan Tata Perayaan Misa yang sah dalam Gereja Latin. 

Paus Em. Benediktus XVI sendiri melalui Summorum Pontificum tahun 2007 juga memberikan kemungkinan kepada perayaan misa dengan cara Misa Tridentine (menurut Paus Pius V, 1570). Seperti yang ditegaskannya �Karena itu, adalah diijinkan untuk merayakan Kurban Misa mengikuti edisi tipikal dari Misa Roma, yang dipromulgasikan oleh Beato Yohanes XXIII pada 1962 dan tidak pernah dibatalkan (abrogated), sebagai suatu bentuk luarbiasa dari Liturgi Gereja.�Yang artinya adalah, Misa Tridentina dan Novus Ordo merupakan kekayaan luar biasa Liturgi Gereja dalam Ritus Romawi, walaupun dirayakan dengan ekspresi yang berbeda, namun keduanya berasal dari ritus Romawi yang sama. Karena kedua perayaan Ekaristi yang berasal dari zaman Kristus dan para Rasul.

Di Indonesia, Perayaan Misa pada umumnya dilakukan dengan Misa Paulus VI/Novus Ordo, namun seperti telah disebutkan di atas, tidak mengurangi penghormatan ataupun makna Misa Kudus, tetapi malah ingin menjadikannya menjadi semakin agung walaupun diadakan dengan lebih sederhana.


Demikian, semoga ulasan singkat ini bermanfaat. Dominus illuminatio mea!

Wednesday, August 7, 2013

Riwayat Singkat Hidup Teresa Neumann Dalam Ekaristi

Teresa Neumann lahir pada tanggal 8 April 1898 di Konnersreuth, Jerman dari sebuah keluarga Katolik yang terbilang miskin. Suatu ketika, saat umurnya menginjak 20 tahun, ia melihat kebakaran hebat yang melanda sebuah pabrik didekat rumahnya dan bermaksud untuk menolong warga setempat yang berusaha untuk memadamkan api. Namun, malah ia yang menjadi korban, yang mengakibatkan cedera yang parah pada syaraf tulang belakangnya sehingga ia harus merelakan kedua kakinya lumpuh dan matanya mengalami buta total. Teresa kemudian melewati hari-harinya dengan berdoa dan bermeditasi. Di kemudian hari, ia juga bergabung di Ordo Ketiga Fransiskan.

Namun secara ajaib, ia mengalami kesembuhan. Ketika waktu itu ia bersama dengan Pater Naber (salah seorang Pastor di tempat tinggalnya), menurut sang Pastor, "ketika itu Teresa menggambarkan kepadanya sebuah penglihatan, dimana ia (Teresa) melihat sebuah cahaya terang yang berbicara kepadanya apakah ia mau disembuhkan namun Teresa berkata kepada cahaya tersebut bahwa hasilnya akan sama saja apabila dia disembuhkan, tetap sama seperti itu atau bahkan meninggal dunia. Saat itu pula, cahaya tersebut membalas bahwa ia akan menerima sebuah sukacita kecil berupa penyembuhan yang berasal dari Allah namun setelah itu akan tetap menerima banyak penderitaan di masa yang akan datang."

Setelah peristiwa tersebut, hidup Teresa berubah drastis. Kira-kira setahun kemudian dia menerima stigmata di bagian jantung dan kedua telapak tangannya dan mulai saat itu, ia berpuasa penuh selama 36 tahun hingga ajalnya, sehingga makanan satu-satunya hanyalah Tubuh Kristus. 

Setiap hari sepanjang hidup Teresa dengan setia, Pater Naber membawakan baginya Komuni. Pater Naber pun kagum akan spiritualitas dan semangatnya untuk berpuasa sehingga ia pun menulis: �Di dalam diri Teresa, janji Allah tergenapi: �Daging-Ku adalah benar-benar makanan dan Darah-Ku benar-benar minuman.� Dan karena hal ini pihak Nazi yang berkuasa di Konnersreuth pun, menarik jatah makannya dan memberikan kepadanya jatah untuk sabun, dua kali lipat untuk mencuci pakaiannya dan berbagai keperluan lainnya seperti handuk, karena setiap hari Kamis menjelang Jumat saat sengsara Yesus dimulai hingga pada hari Minggu, Teresa akan mengalami keadaan ekstasi yang mengakibatkan tubuhnya bersimbah darah. Melihat fenomena ini, pemimpin Nazi yaitu Adolf Hitler terkesan segan kepada Teresa. 

Teresa secara keseluruhan mempersembahkan sendiri dirinya dan penderitaannya karena dengan penderitaan ini, Allah menurunkan tangan bagi para pendosa yang ingin bertobat. Setiap kali dia dipanggil untuk mendampingi seseorang yang sedang sekarat, dia akan menjadi saksi dalam pengadilan jiwa orang tersebut dan itu selalu terjadi saat orang tersebut meninggal dunia. 

Gereja setempat pun dengan tekun mempelajari apa makna dibalik puasa yang dilakukan oleh Teresa dan dengan petunjuk dan arahan dari Uskup Keuskupan Ratisbonne dapat disimpulkan bahwa �makna dari puasa Teresa adalah untuk menunjukkan kepada seluruh dunia, nilai yang begitu berharga dari Ekaristi Kudus, untuk membuat dunia mengerti bahwa Kristus sungguh-sungguh hadi dalam roti Ekaristi dan bahwa hidup manusia nyatanya dapat bertahan dengan Ekaristi Kudus.� Dia pun akhirnya wafat pada tanggal 18 September 1962.

Teresa dalam keadaan Ektasi dan menerima stigmata
Berikut sepenggal kisah dari Teresa Neumann dalam hubungan eratnya dengan Ekaristi, semoga menguatkan Iman pembaca sekalian. Dominus illuminatio mea!

Sunday, August 4, 2013

Penerimaan Komuni Kudus Dengan Lidah Menurut Uskup Athanasius Schneider

Uskup Athanasius Schneider, seorang Uskup Auksilier di Kazakhstan, dalam sebuah wawancara baru-baru ini telah memperluas advokasi penghormatan dalam Perayaan Misa Kudus dan penerimaan Komuni Kudus di lidah.


Vatikan pada tahun yang 2008 lalu relah merilis sebuah buku yang diciptakan oleh Uskup Schneider �Dominus Est: Renungan seorang Uskup dari Asia Tengah pada Ekaristi Kudus�. Buku ini berisi kata pengantar dari Uskup Agung Albert Malcolm Ranjith, mantan Sekreraris Vatikan dari Kongregasi Penyembahan Ilahi dan Disiplin Sakramen.

Dalam wawancara video yang dilangsur oleh gloria.tv, Bapak Uskup Scheineider mengatakan bahwa buku yang ditulisnya bertujuan untuk �memperkuat kesadaran� dari kekudusan Misa antara kaum klerus dan awam.

�Kita terdiri dari tubuh dan jiwa� kata Uskup Schneider. Kita harus menyembah dan memuja Kristus pada momen ini (Komuni Kudus) juga dengan tubuh kita. Ada pengaruh timbal balik antara tanda eksterior (tindakan tubuh) dan disposisi interior (kondisi jiwa). Oleh karena itu, di sini bukanlah persoalan mengenai �hak� tetapi mengenai bahwa kita sedang berhadapan dengan Tuhan sendiri. Dan oleh karena itu kita tidak bisa diam, terutama saya sebagai seorang Uskup, dan berkata, �Ok, it�s all OK.� It�s not all OK. Ketika kita mencintai Tuhan kita, kita harus meneguhkan momen ini supaya momen ini menjadi lebih sakral dalam rangka untuk mendidik tanda eksterior adorasi, yang juga merupakan sebuah pendidikan iman.�

Dalam kesempatan ini, ia merujuk kepada sebuah gerakan formal yang umum digunakan untuk menyambut presiden, raja, atau ratu. Ia mengatakan penghargaan (demi penyambutan) yang sebanding untuk Raja segala Raja itu sangatlah diperlukan.

Uskup Athanasius menambahkan, �Ini bukanlah persoalan mengenai ritualisme, tetapi persoalan mengenai iman dan cinta akan Tuhan kita, Yesus Kristus.�

Uskup Agung menanggapi satu keberatan mengenai penerimaan Komuni Kudus ditangan, yang mengklaim bahwa karena satu dosa (menerima dengan tangan) ketimbang dengan lidah, tangan lebih tepat untuk menerima Sakramen. Dia menolak argumen, dengan megatakan bahwa, �dalam kasus apapun, Komuni Kudus datang (diterimakan) dengan lidah.�

Dalam wawancara tersebut, Uskup Schneider juga angkat bicara dengan membahas sejarah penerimaan Komuni Kudus dan pertanyaan mengenai pelanggaran secara kontemporer, seperti menerima Komuni Kudus seperti mengunyah permen karet juga dibahas.

Diterjemahkan oleh Katolisitas Indonesia dari CNADominus illuminatio mea!
====================================================

Note: Mulai minggu ini, setiap hari senin Katolisitas Indonesia akan menerbitkan artikel yang berkaitan dengan �penerimaan Komuni Kudus dengan lidah�. Artikel mengenai Komuni Kudus dan Perayaan Ekaristi dapat dilihat disini dan disini

Saturday, August 3, 2013

Doa Bapa Suci Clement XI

Tuhan, Aku percaya kepada-Mu: tambahkanlah imanku.
Aku mempercayakan diriku pada-Mu: kuatkanlah iman kepercayaanku.
Aku mengasihi Engkau: biarlah aku semakin mengasihi Engkau.
Aku menyesali dosa-dosaku: perdalamlah penyesalanku.
Aku menyembah-Mu sebagai asal-mulaku: aku mendambakan Engkau sebagai akhirku.
Aku memuji Engkau sebagai penolongku selalu: mempercayakan Engkau sebagai pelindungku yang terkasih. 


Bimbinglah aku dengan kebijaksanaan-Mu, hiburlah aku dengan belas kasih-Mu, lindungilah aku dengan kuat-kuasa-Mu.

Aku mempersembahkan kepada-Mu:

pikiranku: agar selalu terarah kepada-Mu
kata-kataku: agar selalu berlandaskan Engkau 
perbuatanku: agar mewujudkan kasihku kepada-Mu
penderitaanku: agar ditanggung demi kemuliaan-Mu yang lebih besar. 

Aku mau mengerjakan apa yang Engkau kehendaki dariku sesuai kehendak-Mu, selama Engkau menghendakinya. Tuhan, terangilah budiku, kuatkanlah kemauanku, murnikanlah hatiku, dan kuduskanlah aku.


Bantulah aku bangkit, mengatasi kelemahanku sebagai manusia dan buatlah aku kuat sebagai orang Kristen. Biarlah aku mengasihi-Mu, Tuhanku dan Allahku, dan biarlah aku melihatku sendiri sebagaimana adanya: seorang Kristen yang dipanggil untuk menghormati siapa saja yang kusentuh kehidupannya, mereka yang di bawah perintahku, teman-temanku dan musuh-musuhku.

Bantulah aku mengatasi kemarahan dengan kelembutan; keserakahan dengan kemurahan hati; keacuh tak acuhan dengan semangat.


Bantulah aku untuk melupakan diriku sendiri dan mengulurkan tanganku kepada orang-orang lain.

Buatlah aku bijaksana dalam rencanaku dan berani untuk menanggung risikonya. 

Buatlah aku sabar dalam penderitaan dan tidak menonjolkan diri dalam kemakmuranku.


Buatlah aku khusuk dalam doa-doaku, sederhana dalam makanan dan minumanku, giat dalam pekerjaanku, teguh dalam niat-niat baikku.

Buatlah hati nuraniku jernih, kelakuanku tanpa cacat, perkataanku tak tercela dan hidupku teratur. Jagailah aku terhadap kelemahanku sebagai manusia.Buatlah agar aku menghargai kasih-Mu dan pada akhirnya sampai pada keselamatan-Mu.

Ajarilah agar aku menyadari bahwa dunia ini hanya sementara, bahwa hari depanku yang sejati adalah dalam kebahagiaan di surga, bahwa hidup sekarang ini adalah singkat, dan yang kemudian kekal. Bantulah aku mempersiapkan kematian dengan ketakutan yang wajar akan penghakiman, dan lebih mempercayai kebaikan-Mu.

Tuntunlah agar aku selamat melalui kematian sampai ke sukacita di surga. 
Kabulkanlah doaku, demi Kristus, Tuhan kami. Amin

Dominus illuminatio mea!