Latest News

Sunday, November 24, 2013

"Setelah Tahun Iman, bagaimana...?"

Mgr. Petrus Boddeng Timang
Paus Benediktus XVI dalam surat Apostolik Porta Fidei (Pintu kepada Iman) tertanggal 11 Oktober 2011 mencanangkan Tahun Iman yang berlanggsung dari tanggal 11 Oktober 2011 sampai tanggal 24 November 2013. Tanggal 11 Oktober 2012 adalah hari ulang tahun ke-50 Konsili Vatikan II juga ulang tahun ke-20 terbitnya buku Katekismus Gereja Katolik (KGK). 


Konsili Vatikan II menegaskan dan memberikan pengarahan kepada Gereja dalam proses Pembaharuan Diri (aggiornamento) yang sesungguhnya sudah dimulai sejak awal abad ke-20, sedangkan Katekismus Gereja Katolik (KGK), buah sejati Konsili Vatikan II, dimaksudkan sebagai saran bantu untuk katekese umat untuk membeberkan kepada segenap umat beriman gambaran tentang kekuatan dan keindahan iman kepercayaan kita.

Pada tahun 1976, untuk memperingati 1900 tahun wafatnya Rasul Petrus dan Paulus sebagai martir, Paus Paulus VI sudah memaklumkan Tahun Iman untuk mengajak seluruh Gereja memulihkan kembali pemahaman yang tepat atas iman kepercayaan Katolik sehingga dengan demikian juga menguatkan, memurnikan dan mengakuinya. Dengan demikian umat Katolik, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok, dapat memberikan kesaksian iman yang konsisten dalam situasi sosial.
Tahun Iman adalah pertama-tama panggilan untuk pertobatan sejati untuk kembali kepada Tuhan, satu-satunya Juruselamat dunia. 

Melalui wafat dan kebangkitan Kristus, Allah telah menyatakan sepenuh-penuhnya kasih-Nya yang menyelamatkan, yang memanggil manusia kepada pertobatan hidup melalui pengampunan dosa (Kis 5:31). �Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan selama kematian, supaya sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru� (Rm 6:4). Sejauh manusia bersedia dengan bebas menanggapi uluran tangan dan panggilah kasih Allah itu, pikiran, persaaan, mentalitas dan perilakunya perlahan-lah dimurnikan dan diubah sedemikian sehingga �bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup didalam aku.� (Gal 2:20). Proses itu berjalan terus sepanjang hidup di dunia iini hingga tiba saatnya kita �sempurna, sama seperti Bapa yang di Surga adalah sempurna� (Mat 5:48; Porta Fidei n.6).

Iman pertama-tama anugerah Allah berkat daya dan penerangan Roh Kudus. Pada hari Pentakosta, Petrus mewartakan misteri Iman Kristiani yang paling inti dan paling dalam �bahwa Allah telah membuat Yesus yang disalibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus� (Kis 2:36). Iman adalah pengakuan �bahwa Yesus adalah Tuhan, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati� (Rm 10:9). Roh Kuduslah yang menganugerahkan iman kepada seseorang. Karena itu Rasul Paulus berani menyatakan �dengan hati orang percaya dan dibenarkan dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan� (Rm 10:10). Maka tahap-tahap dalam proses timbulnya iman adalah:

1. Tuhan dalam Roh-Nya membuka hati seseorang terhadap pewartaan Sabda Allah (Kis 16:14). 

2.Orang bersangkutan bertobat dan memberikan diri dibaptis untuk pengampunan dosa-dosanya (Kis 2:38).

3. Selanjutnya dia menerima anugerah-anugerah Roh Kudus untuk mewartakan dengan bibir dan perbuatan apa yang diimaninya (Rm 9:15).

Beriman bukalah suatu urusan pribadi belaka yang artinya hanya �rohani�. Beriman berarti dimanapun, kapanpun, dalam situasi apapun selalu berpihak pada Allah dan tetap bersama Allah �yang selalu setia dan tetap bersama kita� (1 Tim 2:13).

Pengakuan Iman, Credo, �Aku Percaya� yang diucapkan dengan bibir sesungguhnya adalah pertanggungjawaban, janji setia dan kesaksian bahwa Tuhan Yesus yang kita imani telah mengalahkan kejahatan dan kematian. Apapun juga yang terjadi, seberat apapun cobaan yang menimpa, kita tetap percaya bahwa Dia telah menghancurkan kekuatan si jahat dan dalam Gereja-Nya yang kudus, Dia hadir demi pengampunan dosa dan keselamatan kekal semua orang (Porta Fidei n.15).

Tiga setengah abad yang lalu, Pater Ventimiglia telah menjejakkan iman di bumi Kalimantan. Iman yang ditaburkan tiga setengah abad yang lalu, perlahan tapi pasti, bertumbuh dan berkembang berkat kehadiran para misionari yang mengikuti jejak iman Pater Ventimiglia hingga terbentuklah Vikariat Apostolik Kalimantan yang meliputi hampir seluruh pulau Kalimantan. Pada tahun 1938, Roma mendirikan Prefektur Apostolik Banjarmasin. Peristiwa itu menjadi sejarah bagi Gereja di Keuskupan Banjarmasin pada tahun 2013 ini genap berusia 75 tahun.


Dalam rasa syukur atas 75 tahun usia Keuskupan Banjarmasin, saya mengucapkan selamat melanjutkan Tahun Iman dengan tetap mendalami, menghayati serta mengamalkan iman dalam lingkup pribadi, keluarga, komunitas dan terutama dalam ranah publik.

Pada Pesta Salib Suci, 14 September 2013

+ Mgr. Petrus Boddeng Timang +

Uskup Keuskupan Banjarmasin

Saturday, November 23, 2013

Hari Raya Tuhan Yesus Kristus Raja Semesta Alam


Perayaan ini ditetapkan oleh Paus Pius XI tahun 1925 pada setiap hari Minggu  terakhir bulan Oktober, menjelas pesta segala orang kudus. Maksud utama perayaan ini sangat spiritual-pedagogis seperti terungkap melalui ensikliknya �Quas Primas�. Beliau sengaja menantang Atheisme dan Sekularisme di zamannya dengan menampilkan Kristus sebagai yang lebih tinggi dan lebih berkuasa daripada segala kekuatan dunia.

Sejak tahun 1970 perayaan ini mengalami perubahan penekanan: Kristus lebih bercorak kosmis dan eskatologis. Oleh karena itu, penempatan tanggalnya pun berubah: bukan lagi pada hari Minggu terakhir bulan Oktober, tetapi pada hari Minggu Biasa XXXIII/ XXXIV, menjelang Hari Minggu I Adventus. Jadi, jelas pula sebagai penutup tahun liturgi Gereja. Kristus adalah Alfa dan Omega.

Injil Tahun A (Mat 25:31-46): mewartakan kabar kedatangan Putra Manusia dengan kemuliaan untuk mengadili manusia dengan penuh kasih pada akhir zaman. Dimensi kosmis-eskatologis tampak jelas disini. Sedangkan Injil Tahun B (Yoh 18:33b-37) tentang Kristus di hadapan Pilatus: �Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini.� Tampak dimensi pengalaman mistik umat beriman. Tahun C (Luk 22:35-43): bahwa Kristus yang tersalib adalah Raja bangsa Yahudi. Dimesi penderitaan Kristus sampai wafat-Nya di kayu salib menampakkan sekaligus urapan imamat Sang Raja yang mengurbankan diri sebagai santapan keselamatan abadi.

Prefasi tetap berasal dari susunan tahun 1925, Kristus adalah Imam abadi dan Raja alam semesta, yang akan mempersembahkan segalanya kepada Bapa-nya: �Kerajaan abadi dan universal yakni: Kerajaan Kebenaran dan Kehidupan; Kekudusan dan Rahmat, Keadilan, Cinta Kasih dan Kedamaian.�

Ibadat Harian memuat dua madah yang disusun oleh imam Yesuit, berasal dari tahun 1925 juga. Ibadat Bacaan menyajikan renungan Origenes tentang Kerajaan Allah dalam Kristus yang tinggal didalam diri kita. Disadur oleh Katolisitas Indonesia dari buku Memaknai Perayaan Liturgi karya RP. Bosco Da Cunha O. Carm.

Friday, November 15, 2013

Ex Cathedra dan dogma Infallibilitas

Paus Fransiskus pada kursi Keuskupannya di Katedral Agung Basilika Lateran
Istilah ex cathedra  berasal dari kata-kata bahasa Latin yang berarti �dari takhta Uskup�. Dari kata ini munculah kata Katedral, yang berarti kursi Uskup Diosesan/takhta Uskup yang berada di salah satu gedung gereja di sebuah Keuskupan. Istilah Katedral sudah ada sejak zaman Gereja perdana. Istilah ini sebenarnya hendak menggambarkan wewenang mengajar tertinggi didalam Gereja yang dimiliki oleh Paus selaku pemimpin dari para Uskup sedunia.

Dengan bertindak sebagai imam agung didalam Gereja, Paus adalah yang pertama dari antara yang sederajat (Primus Inter Pares) dan jabatan Paus sebagai penerus Apostolik dari St. Petrus meneruskan jabatan Petrus sendiri selaku pemimpin dari para Rasul. Sehingga ketika Paus mendeklarasikan ajaran iman dan moral secara ex cathedra maka ajaran ini harus dilindungi dengan karunia Infallibilitas Paus. Infallibilitas Paus adalah ketidakdapatan sesat Paus selaku Wakil dari Yesus Kristus (Vicarius Christi) dan Imam Agung dari Gereja Universal dalam mendeklarasikan ajaran iman dan moral kepada umat beriman.

Karunia agung ini tidak hanya terletak pada jabatan Paus namun juga pada Magisterium (Kuasa Mengajar Gereja) salah satu dari pilar iman Gereja Katolik. Kristus sendirilah yang menganugerahkan karunia ini kepada GerejaNya. Kristus memberikan karunia ini secara istimewa untuk melindungi GerejaNya dari alam maut/kesesatan kepada Petrus dan para Rasul dengan kuasa �mengikat dan melepaskan� (Mat 16:18).

Infabillitas Paus menurut definisi dari Konsili Vatikan I dan II
Ungkapan ex cathedra digunakan oleh Konsili Vatikan  I dalam merumuskan Infallibilitas Paus: �Oleh karena itu, dengan setia berpegang pada tradisi yang diterima dari awal agama Kristiani � kami mengajarkan dan merumuskan bahwa adalah suatu dogma yang diwahyukan Allah bahwa, apabila berbicara ex cathedra, Imam Agung Romawi memiliki Infabillitas yang dijanjikan kepadanya dalam diri Santo Petrus dan dengan itu Penebus ilahi mau membantu GerejaNya dalam merumuskan ajaran iman dan moral. Imam Agung Romawi ini berbicara ex cathedra apabila ia mengamalkan tugasnya sebagai gembala dan guru semua orang Kristiani dan dengan wewenang apostolic tertinggi serta bantuan ilahi, merumuskan suatu ajaran iman dan moral yang harus dipatuhi oleh seluruh Gereja. Oleh karena itu pernyataan-pernyataan Imam Agung Romawi seperti itu sedari hakikatnya tidak dapat diubah dan tidak tunduk pada persetujuan Gereja. � (Konstitusi Dogmatis, Pastor Aeternus, Bab IV, paragraph 11).

Sedangkan Konsili Vatikan II didalam dokumen Lumen Gentiumnomor 25 mengajarkan:

�Adapun ciri tidak dapat sesat itu, yang atas kehendak Penebus Ilahi dimiliki Gereja-Nya dalam menetapkan ajaran tentang iman atau kesusilaan, meliputi seluruh perbendaharaan Wahyu Ilahi, yang harus dijagai dengan cermat dan diuraikan dengan setia. Ciri tidak dapat sesat itu ada pada Imam Agung di Roma, Kepala Dewan para Uskup, berdasarkan tugas beliau, bila selaku gembala dan guru tertinggi segenap Umat beriman, yang meneguhkan  saudara-saudara beliau dalam iman (lih. Luk 22:32), menetapkan ajaran tentang iman atau kesusilaan dengan tindakan definitif.�

�Akan tetapi, bila Imam Agung di Roma atau badan para Uskup bersama dengan beliau menetapkan ajaran, itu mereka kemukakan sesuai dengan Wahyu sendiri, yang harus dipegang teguh oleh semua orang yang menjadi pedoman hidup mereka. Wahyu itu secara tertulis atau melalui secara tradisi secara utuh diteruskan melalui pergantian para Uskup yang sah, dan terutama berkat usaha Imam Agung di Roma sendiri. Berkat cahaya Roh Kebenaran wahyu itu dalam Gereja dijaga dengan cermat dan diuraikan dengan setia.�

Secara sederhana, ada tiga syarat yang harus dipenuhi agar suatu pernyataan Paus dapat dipandang ex cathedra dan dilindungi oleh Infallibilitas Paus yaitu:
1. Pernyataan tersebut harus universal, yakni dibuat oleh Paus sebagai gembala agung dan guru untuk seluruh Gereja, bukan hanya untuk sebagian dari Gereja.
2. Pernyataan tersebut harus berkaitan dengan masalah iman dan moral.
3. Pernyataan tersebut harus diajarkan secara definitif.

Beberapa kesalahpahaman dalam memahami dogma Infallibilitas
Infallibilitas bukanlah suatu ajaran yang beraliran tenang dalam artian bahwa setiap orang menerimanya, tidak jarang bahwa Infallibilitas sering kali disalahartikan bahkan disalahgunakan oleh sejumlah pihak yang membenci Gereja Katolik. Infallibility (ketidakdapatan sesat) seringkali disalahartikan dengan impeccability (ketidakdapatan berdosa). Mereka mengartikan bahwa Paus yang tidak dapat salah dalam mengajarkan dogma iman dan moral didalam Gereja maka secara otomatis ia pun tidak dapat berdosa atau dilindungi dari dosa karena jabatannya sebagai seorang Paus. Kesalahpahaman ini sebenarnya menyinggung masa kegelapan yang pernah dilintasi oleh Gereja Katolik di masa lalu dimana tidak sedikit Paus, yang berbuat buruk dan tidak bermoral. Sebagai contoh yaitu Paus Alexander VI yang dikenal sebagai Paus yang hidup berfoya-foya, memperkaya dirinya sendiri dan keponakannya Alexander Borgia bahkan sampai memiliki istri dan memperoleh beberapa anak.

Gereja Katolik secara terbuka mengakui dan sadar akan perbuatan buruk yang dilakukan oleh beberapa Paus namun apabila ditelaah kembali, ketika beberapa Paus yang berbuat bejat tersebut mendeklarasikan ajaran iman dan moral, tak pernah sekalipun ajaran tersebut jatuh dalam kesesatan atau didalamnya tercantum suatu kalimat yang salah sehingga mengacu pada konsep pemahaman yang keliru. Ini semua sebagai bukti bahwa Paus itu bisa salah contohnya salah menghitung, berkata-kata dan terutama berbuat dosa karena Paus bukanlah Tuhan, beliau adalah manusia. 

Namun ketika Paus mengumumkan suatu ajaran tentang iman dan moral secara ex cathedra maka perbuatannya itu berada dibawah naungan dari Roh Kudus sendiri, sehingga ajaran tersebut tidak dapat salah. Dilain kesempatan pula, dogma ini tak luput juga dari serangan beberapa kaum yang sebenarnya tidak memahami secara keseluruhan dari dogma ini. Salah satu diantaranya adalah penentangan St. Paulus terhadap St. Petrus (Galatia 2:11-15) harus diperhatikan bahwa sikap Paulus dalam menentang St. Petrus ini bukanlah karena ajaran Petrus yang tidak sesuai dengan Iman Kristen, tetapi sikapnya yang tidak konsisten dalam menerapkan keputusan Konsili Yerusalem mengenai kesamaan kedudukan kaum Yahudi yang bersunat dan sebaliknya. Sebab sebagai manusia Petrus dan penerusnya (para Paus) bisa salah, namun yang tidak bisa salah adalah ketika ia mendeklarasikan ajaran iman dan moral secara definitif yang berlaku untuk Gereja Universal.

Perlu diketahui pula bahwa tidak seluruhnya dari semua pernyataan ex cathedra dimaklumkan sebagai dogma, dalam beberapa dekade terakhir hanya ada dua dogma yang dirumuskan oleh Paus yaitu dogma Maria Dikandung Tanpa Noda oleh Paus Pius IX pada tahun 1854 dan dogma Maria Diangkat Ke Surga, yang ditetapkan oleh Paus Pius XII pada tahun 1950. Dengan demikian sebagai umat Katolik, kita tidak perlu ragu dalam mempercayai seluruh dogma yang ada didalam Gereja Katolik, karena seluruh dogma yang ada didalam Gereja Katolik berasal dari inspirasi dari Roh Kudus sendiri dan kita harus percaya pula bahwa Kristus tidak akan pernah membiarkan Gereja yang didirikan-Nya sendiri jatuh dalam kesesatan (Mat 16:18) karena Ia akan membimbing Gereja-Nya sampai pada akhir zaman (Mat 28:20).

Dominus illuminatio mea!

Friday, November 8, 2013

Doa bagi Jiwa-jiwa di Api Penyucian


Allah Bapa yang Maharahim, kami mempersembahkan kepadaMu Darah Tersuci dari PuteraMu terkasih, Tuhan kami Yesus Kristus, Juruselamat dunia, dalam kesatuan dengan semua Misa Kudus yang dipersembahkan di seluruh dunia pada hari ini bagi jiwa-jiwa  kaum beriman yang telah meninggal dan masih berada di Api Penyucian. Kami mohon belas kasihanMu dan ringankanlah penderitaan mereka. Ampunilah segala kesalahan dan dosa mereka, terlebih atas mereka yang meninggal secara mendadak, tanpa persiapan dan tidak sempat bertobat.

Pada saat ini kami juga berdoa bagi mereka yang arwahnya tidak pernah mendapat perhatian dan doa-doa dari pihak keluarganya. Kami juga berdoa bagi jiwa-jiwa anggota keluarga kami yang telah meninggal, khususnya atas � (sebutkan nama-nama mereka). Pada waktunya mereka yang merindukan �tanah air sorgawi� (Ibr 11:16) akhirnya Engkau perkenankan masuk dan menikmati kebahagiaan kekal serta sukacita abadi bersama para malaikat dan semua orang kudus. Semua ini kami mohon kepadaMu, dalam nama Yesus Kristus, PuteraMu, Tuhan dan pengantara kami, yang hidup dan bersatu dengan Dikau dan Roh Kudus, Allah, se0panjang segala masa. Amin.

Bapa Kami �
Salam Maria � (3x)                                                 
Kemuliaan �
Terpujilah �

Bunda Maria, perlindungan orang berdosa doakanlah jiwa-jiwa kaum beriman yang telah meninggal, khususnya mereka yang masih ada di Api Penyucian. Amin.

Bawalah kepadaKu jiwa-jiwa yang dipenjarakan di Api Penyucian, dan benamkanlah mereka dalam lubuk kerahimanKu, biarlah banjir DarahKu menyejukkan mereka yang kepanasan. Semua jiwa ini sangat Kukasihi. Mereka sedang melunasi hukumanKu yang adil. Engkau memiliki kekuatan untuk meringankan mereka. Ambilla segala indulgensi dari khazanah GerejaKu dan persembahkanlah semua itu demi mereka.� [Buku Catatan Harian St. Faustina, no. 1226]